Website Berita Rakyat

Ancaman Eceng Gondok bagi Kelestarian Waduk di Batam

(foto: ist/humas bp batam)

BATAM, ONTOPNEWS.COM – Tumbuhan eceng gondok merupakan vegetasi yang menandakan bahwa suatu sumber air, baik itu waduk, danau, kolam telah tercemar. Bahkan Eceng gondok akan mati dengan sendirinya apabila air tersebut bersih.

Kepala Bidang Pengelolaan Waduk, Hajad Widagdo, mengatakan Waduk Sei Ladi bebas dari Eceng Gondok karena air waduk tersebut relatif bersih dari berbagai inflow, baik limbah rumah tangga maupun industri. Untuk inflow limbah rumah tangga saat ini secara bertahap dikurangi melalui proyek the Sewerage System.

“Adanya beban limbah berupa pupuk berupa nitrigen dan  fosfor yang ada di daerah tangkapan air, dari kegiatan pertanian ilegal yang tercuci akibat erosi dan sedimentasi ke dalam waduk, mengakibatkan Eceng Gondok tumbuh dengan subur dan sangat cepat,” ungkap Hajad pada Minggu (1/12).

Hajad mengatakan, tumbuhnya Eceng Gondok akan mengakibatkan berkurangnya genangan waduk secara cepat akibat pengaruh evapotranspirasi (penguapan) melalui daun Eceng Gondok, yang mengakibatkan berkurangnya sumber air di waduk mencapai 13 kali lebih banyak dari kondisi tanpa Eceng Gondok di genangan waduk.

Dikhawatirkan bahaya lainnya dari tumbuhan Eceng Gondok melalui sistem perakarannya dapat menangkap sedimentasi dan mengendapkannya, sehingga secara cepat mendangkalkan waduk.

“Ini merupakan ancaman serius karena sumber air untuk waduk di Batam hanya berasal dari curah hujan bukan sungai yang mengalir sepanjang tahun,” kata Hajad.

Adapun upaya dalam mengatasinya akan dilakukan dengan dua cara, yaitu mencegah masuknya limbah/nutrient, baik dari saluran rumah tangga dan industri di genangan waduk, serta menghentikan kegiatan pertanian ilegal di sekeliling waduk dan kegiatan keramba jaring apung.

Hal lainnya melakukan pembersihan Eceng Gondok itu sendiri secara signifikan, serta tetap melakukan upaya pembersihan rutin pascaupaya pembersihan besar terhadap Eceng gondok tersebut.

Hajad mengatakan, bukti kerusakan waduk sudah terjadi di Batam, yaitu di Waduk Baloi, di mana sekeliling waduk tersebut sudah menjadi pemukiman yang tidak terkendali dan menghasilkan limbah rumah tangga ke dalam waduk tiap detiknya. Eceng Gondok pun tumbuh dan berkembang serta waduk semakin dangkal sehingga kualitas air menjadi sangat kotor. Kota Batam sudah kehilangan 30 liter/detik yang merupakan suatu kehilangan yang besar.

Saat ini Kota Batam dengan 1,3 juta penduduk telah memanfaatkan air baku sebanyak 3.500 liter/detik dari total 3.850 liter/detik yang dapat dimanfaatkan saat ini. Diperkirakan pada tahun 2045 dibutuhkan ketersediaan air baku sampai dengan 7.000 liter/detik, sehingga ketersediaan air baku yang ada saat ini harus dipertahankan bahkan ditingkatkan.

Upaya penyediaan tambahan air baku tersebut dapat dipenuhi melalui pemanfaatan bauran air baku yang ada melalui konsep Batam Integrated Total Water Management (BITWM).

“Upaya pemanfaatan air hujan secara langsung maupun di waduk-waduk, sea water reverse osmosis (SWRO), sewerage water atau pemanfaatan air limbah, serta sumber air dari surplus air baku di pulau-pulau terdekat, termasuk konsep waduk laut,” ujarnya.

Dibutuhkan tindakan penertiban kegiatan pertanian ilegal dan keramba jaring apung oleh pihak  berwajib sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku serta mengunakan  “heart ware” berupa kesadaran dari hati seluruh masyarakat Kota Batam demi keberlanjutan penyediaan air baku yang berkualitas yang saat ini diambang krisis.

“Waduk Duriangkang sebagai waduk yang terbesar (70% sumber air di Batam) merupakan pilihan kepentingan yang sangat kritis bagi seluruh masyarakat di Batam, menjadi salah satu obyek vital nasional yang harus dipertahankan fungsi dan manfaatnya untuk kemaslahatan. Penyediaan air untuk kebutuhan rumah tangga dan industri Kota Batam,” kata Hajad Widagdo mengakhiri. (fe/HBPB)